Nini negosiator ulung – 1
Nini negosiator ulung – 1
Pada awal tahun 97, aku mendapat tugas kantor ke Singapura selama 4 hari untuk beberapa pekerjaan, aku tiba pada hari Senin sore dan pekerjaanku akan dimulai pada hari Selasa. Aku tinggal di Westin Plaza, hotel paling tinggi, kalau tidak salah berlantai 72, sekarang namanya Swiss Hotel, kebetulan kamar dengan King Bed Size yang aku pesan sudah habis dan karena aku sering menginap di hotel tersebut, front office memberi free upgrade ke Junior Suite yang terdiri dari sebuah ruang tidur dan sebuah ruang pertemuan dengan satu set sofa dan meja makan yang terletak di lantai 66. Dari jendela kamar tersebut dapat terlihat pulau Batam. Terdapat pintu yang dapat dibuka dengan sebuah balkon di luarnya. Saat melihat ke bawah dari balkon tersebut, mobil-mobil di bawah tampak seperti layaknya mainan Matchbox.
Malam harinya setelah aku jalan jalan sebentar di pertokoan di bawah hotel, setelah makan seadanya di food court, aku kembali ke hotel untuk mempersiapkan pekerjaan besok harinya. Dalam kesendirian di kamar sebesar itu, pikiranku melayang, terlalu sayang kamar ini kubiarkan hanya untuk aku sendirian.
Esoknya, aku berangkat ke daerah Scott Road untuk memulai pekerjaanku. Aku naik MRT dari City Hall melewati 2 stasiun untuk turun di Stasiun Orchard. Sorenya waktu aku pulang ke hotel, saat pintu MRT menutup di Sommerset, aku melihat Nini baru turun dari eskalator menuju ke arah kereta yang aku tumpangi, tapi dia tidak sempat karena pintu kereta keburu menutup otomatis dan berjalan.
Hmm Nini ada di sini, dimana dia tinggal? Di stasiun berikut aku turun lalu kutunggu kereta berikutnya dan aku naik, aku telusuri untuk mencari Nini, tapi tidak kutemukan hingga di stasiun berikutnya aku sudah harus turun. Aku telepon ke rumahnya untuk memastikan. Penjaga rumahnya yang sudah mengenalku mengatakan bahwa Nini sedang ke luar negeri. Hhmm.. Benar, Nini ada di Singapura. Kutelepon HP-nya, kudengar nada sambung khas Singapura, tapi tidak diangkat. Saat itu belum jamannya SMS. Akhirnya aku lupakan saja.
Seperti biasa setiap kali aku ke Singapura, aku selalu mengunjungi bar yang berlokasi di basement Hyatt, Scott Road. Siangnya aku janjian dulu dengan Andre temanku asal Jakarta yang sudah pindah ke Singapura. Jam 8 aku tiba di sana, masih sepi, Andre sudah menunggu. Menjelang jam 10, bar itu sudah penuh, hampir seluruh kursi terisi dan banyak yang berdiri. Banyak wanita asal Indonesia dan Thai dengan dandanan seronok mencari mangsa di sana. Aku berdua dengan Andre tidak mempedulikan mereka karena aku tidak pernah tertarik pada wanita-wanita seperti mereka.
Di tengah keremangan, aku berjalan menuju toilet. Ketika sedang berdesakan mencari jalan, terasa penisku ada yang meraba, aku acuh saja, paling-paling salah satu wanita pencari mangsa itu. Saat aku ingin melanjutkan ke toilet, tiba tiba rabaan tadi berubah menjadi remasan, aku berpaling melihat si empunya tangan, begitu aku menolehkan kepalaku, sebuah bibir hinggap di pipiku, langsung aku mundur untuk melihat siapa dia..
“Deasy.. Ternyata lu toh.. Lagi di sini” ujarku surprise.
Deasy, 24 th, 165/50/34C, seorang pramugari adalah sepupu Nini yang sangat erat, hubungan mereka seperti 2 orang sahabat yang saling berbagi apa pun termasuk aku. Hanya sekali aku bercinta dengan Deasy di kamar Nini, ketika itu aku sedang berkunjung ke rumah Nini, Deasy sedang berada di sana, Nini memperkenalkan aku pada Deasy, beberapa saat kemudian Nini harus pergi, jadi aku berdua dengan Deasy di rumahnya yang besar itu. Sebelum pergi Nini berbisik..
“Kalau kamu tertarik, silakan pakai kamarku, she is an easy going girl”.
Singkat cerita akhirnya aku bercinta dengan Deasy di kamar Nini, di atas ranjangnya. Belakangan baru aku tahu, ternyata kejadian itu adalah rencana Nini. Karena Deasy ingin merasakan bercinta dengan aku setelah mendengar cerita Nini.
Sebagai seorang pramugari sebuah penerbangan nasional yang memiliki jalur ke luar negeri, Hyatt memang dipilih untuk tempat tinggal crew bila harus menginap di Singapura. Deasy bersama beberapa kawannya sesama pramugari sedang bersantai di tempat itu. Pikiranku langsung pada kamarku yang besar itu.
“Jam berapa lu take off lagi besok?” tanyaku to the point.
“Malam ke Amsterdam, lu sendiri ngapain di sini? Lama kita nggak ketemu ya” katanya.
“Agak sibuk, gua ada kerjaan di sini. Eh.. Masih suka ketemu Nini?” tanyaku.
“Sering dong, gua denger dia ke Singapore kemarin, sama lu nggak?” tanyanya lagi. Hhmm, berarti benar Nini ada di Singapore, tapi dimana dia?
“Nggak tuh, rasanya gua liat dia tadi pagi di Stasiun MRT, tapi kereta gua keburu berangkat. Sama siapa dia pergi?” tanyaku.
“Cemburu nih, gua nggak tau sama siapa, dia nggak pernah bilang sama siapanya kalau pergi” jawabnya.
“Sekarang lu sama siapa, bawa cewe nggak? Tinggal dimana” tanyanya lagi.
“Westin, sendiri, sekarang lagi sama Andre temanku, dia tinggal di sini, yuk aku kenalin, orangnya OK kok, kaya gua” ajakku.
“Apanya yang kaya lu” Deasy berbisik di telingaku penuh arti.
“Yang pasti bukan kontolnya, soalnya gua belum pernah pake dia, ntar kalo lu udah pake dia, tolong kasi tahu sama gua ya, siapa punya yang lebih enak” godaku sambil tertawa.
Deasy pamit pada temannya lalu kugandeng dia bertemu Andre. Mereka berkenalan dan kami mengobrol kesana kemari sambil minum.
“Lu tidur sama siapa malam ini, sama captain nggak?” tanyaku menggoda.
“Weei, enak aja, tuh sama yang tadi di sebelahku, teman seangkatan” jawabnya.
“Jadi bisa tolong tidurin gua dong malam ini, kamar gua terlalu besar buat sendirian” ujarku sambil tanganku mengelus pahanya di bawah meja.
“He he he, untung lu ngajak duluan, kalau nggak, gua yang maksa ikut lu, udah lama nih nggak ngerasain lu punya, ntar ya gua bilang teman-teman dulu” katanya sambil meraba penisku sebelum pergi menemui teman temannya.
“Teman teman bilang ‘silakan’, kalo enak bilang-bilang, mereka juga mau. Gua bilang ‘jaminan mutu'” katanya saat kembali.
“Kalau teman lu lagi butuh cowo, nih ada yang nganggur” aku menunjuk Andre.
Deasy memanggil teman-temannya dan diperkenalkan pada Andre. Aku dan Deasy meninggalkan tempat itu lalu dengan taxi menuju Westin pada jam 12 malam. Setiba di lift, aku tekan 66. Kami hanya berdua. Melihat itu, Deasy langsung menyodorkan bibirnya minta kucium. Kami berciuman saling melepaskan kerinduan karena lama tak bertemu. Lidahnya memasuki mulutku mencari lidahku, menyapu bagian atas dan bawah rongga mulutku sambil tangannya meremas-remas penisku.
Setiba di kamar, Deasy langsung mendorongku ke balik pintu dan menyerangku dengan ganasnya, bibir dan lidahnya menari-nari dan menjilati seluruh leherku, tangannya membuka kausku lewat atas lalu putingku habis diciuminya sementara tangannya tergesa-gesa membuka celana panjangku hingga tinggal CD yang melekat di tubuhku. Sambil bibir dan lidahnya terus bergerilya di tubuhku, tangannya menarik CD-ku turun dan langsung menggenggam dan mengocok penisku.
“Hhmm.. Kontol kaya gini yang bikin ketagihan tau”, katanya sambil berjongkok.
Langsung tanpa basa basi, dimasukannya penisku ke dalam mulutnya dan dikocoknya keras-keras sambil ujung lidahnya bermain di kepala penisku. Lalu diangkatnya kakiku dan diletakkan di pundaknya. Lidahnya menjalar di selangkanganku sampai anusku tidak ketinggalan dijilatinya juga. Penisku kembali berada di dalam mulutnya dan jarinya ditusukkan ke dalam anusku. Aku hanya bisa mendesah keenakan.
Mendengar desahan itu, Deasy semakin bersemangat hingga mempererat jepitan bibirnya dan mendorong kepala sedalam-dalamnya sampai hampir seluruh penisku masuk ke dalam mulutnya dan memaju mundurkan kepalanya. Sekitar 10 menit kemudian, aku merasa ada dorongan sperma yang keluar dari penisku, menyemprot di dalam mulut Deasy sekitar 5-6 kedutan. Deasy menelan semuanya lalu menjilati penisku sampai bersih dan lalu berdiri menciumku.
“Gila lu Des, nggak sampe 10 menit, laper banget ya, udah berapa lama mulut lu nggak kena kontol” aku berkata vulgar.
“Kalau kontol yang kaya lu punya sih.., ya udah lama” katanya.
“Jadi kena kontol lain sering dong” kataku menggoda.
“Yaah, biasalah, namanya kebutuhan he he he.., sekarang gua pengen coba lidah lu ya” kata Deasy sambil membuka pakaiannya sampai telanjang bulat.
Tiba tiba aku ada ide. Aku matikan semua lampu di kamar, aku buka seluruh gorden ke arah luar, lalu aku buka pintu keluar ke balkon. Kuajak Deasy dalam keadaan telanjang bulat seperti aku menuju balkon. Pemandangan lampu-lampu sekitar Singapura sedemikian indahnya. Deasy memegang pinggiran balkon dan aku peluk dari belakang di perutnya, perlahan tanganku naik menuju buah dadanya yang berukuran 34C, kuremas remas dan kupermainkan putingnya, kujilat belakang lehernya lalu punggungnya. Deasy menolehkan kepalanya, kusambar bibirnya dan kami berciuman. Dengan tidak adanya gedung lain di sekeliling kami yang berdekatan membuat suasana lebih menggairahkan.
Perlahan aku berjongkok, kujilati dari pinggang melewati garis pantatnya, sedikit mengenai vaginanya lalu lidahku kuturunkan menuju paha dan betisnya. Aku balik lagi mendaki menuju selangkangannya dan mulai mencari vaginanya. Deasy semakin menungging dan membuka kakinya lebar-lebar memberi jalan pada lidahku untuk mencapai liangnya. Kujulurkan lidahku ke dalam liang vaginanya, dengan posisi itu otomatis hidungku tepat menempel di anusnya, tapi aku teruskan mengorek-ngorek vaginanya dengan lidahku.
“Aac.. Yeess.. Ennaannkk Viirr, teeruus Viirr” Deasy berteriak di alam terbuka sekencang kencangnya. Tidak akan ada yang mendengar atau melihat kecuali pakai teropong tentunya.
Bentuk badan Deasy sudah menekuk 90 derajat hingga buah dadanya menempel pada reiling balkon, kedua tangannya sekarang menjulur ke belakang dan membuka belahan pantatnya. Hhmm.. Tak akan pernah kutolak apa yang disodorkan oleh Deasy, aku tahu apa yang harus aku lakukan, karena ini memang kegemaranku.
Kujulurkan lidahku mencari anusnya, lalu kumasukkan 2 jariku ke dalam vaginanya. Deasy membuka belahan pantatnya semakin lebar sehingga memudahkan lidahku untuk bergerilya di anusnya. Kocolok-colok, kumasukkan ujung lidahku dan kuputar di dalam lubang anusnya beberapa kali. Terasa kontraksi vagina Deasy di tanganku dan Deasy berteriak..
“Viir.. Gua.. Keluar viirr..” teriaknya. Terasa kontraksi vagina Deasy di jariku yang tertanam di situ dan Deasy menggelengkan kepalanya berkali-kali sampai akhirnya lunglai tubuhnya lemas terduduk menimpaku di balkon tersebut.
“Gila lu ya, makin jago aja lidah lu, padahal baru beberapa bulan nggak ketemu, pantesan Nini nempel terus sama lu” katanya.
Aku tarik Deasy menuju ranjang, lalu kami tiduran beristirahat sambil menonton TV. Perlahan kukecup kening Deasy dan tangan Deasy merayap ke arah penisku yang masih lemas. Deasy meletakkan kepalanya di perutku menghadap ke arah TV. Otomatis penisku ada di depan matanya. Sambil menonton dijilat-jilatnya ujung sampai lingkaran kepala penisku. Dengan cara menjilat dan menghisap diselingi dengan gigitan kecil, perlahan-lahan penisku membesar dan mengeras di dalam mulutnya.
“Viir..,.. Masukin ya.. Gua pengen ngerasain kontol lu di vagina gua” bisiknya.
“Lu mau di atas atau di bawah?” jawabku.
“Gua di atas dulu” jawabnya sambil langsung naik ke atas tubuhku.
Diarahkannya penisku ke lubang vaginanya. Setelah menempel, Deasy menggoyang pantatnya agar kepala penisku membelah vaginanya, lalu perlahan penisku masuk ke dalam vaginanya semakin dalam.
“Ooch..,.. Viirr.. Ennaak.. Penuh amat rasanya..” desahnya.
Deasy menekan vaginanya pada penisku sedalam-dalamnya hingga terasa ujung penisku mentok di dalam vaginanya dan kuberi kedutan. Deasy mengerang lalu memutar pinggulnya pelan makin lama makin cepat. Aku pun menaik turunkan pinggulku seirama dengan putaran pinggulnya. Tak lama Deasy berteriak histeris dan terasa vaginanya semakin licin, pertanda bahwa orgasmenya telah tiba.
Kulepaskan penisku lalu kubalikkan badannya. Deasy mengerti maksudnya, dengan bertumpu di atas lututnya, kepalanya diletakkan di atas bantal dan tangannya menjulur ke belakang membuka belahan pantatnya seperti yang dilakukannya tadi di balkon
“Viir.. Lagi dong, gua pengen ngerasain lidah lu lagi..” erangnya.
Kembali Deasy memberi hidangan kegemaranku. Aku berlutut di belakangnya, kupegang pantatnya menggantikan tangannya, lalu mulai kujilat anusnya, kukorek keras dan kutusukkan lidahku dalam-dalam. Deasy menjerit-jerit keenakan, jarinya dimasukkan ke vaginanya dan dikocoknya dengan cepat.
“Aach Viir.. Viir.. Cepat masukin kontol lu Viirr..” pintanya.
Tanpa basa basi, aku berlutut dan menusukkan penisku ke dalam vaginanya, aku hentakkan dengan keras dan langsung kugenjot dengan cepat. Deasy meraung-raung di kamar itu. Kuletakkan bantal di perutnya dan kutekan pantatnya sampai Deasy tertelungkup dan pantatnya terganjal bantal, kuluruskan kakinya rapat sehingga penisku terjepit di antara pahanya dan keluar masuk vaginanya. Kutaruh tanganku di pundaknya sebagai pegangan dan kumaju mundurkan pantatku sehingga penisku keluar masuk vaginanya dari belakang dan mengenai G-spotnya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Bersambung . . . .